<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d29125597\x26blogName\x3dHolistic+view+to+Equilibrium+state\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://carokann.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://carokann.blogspot.com/\x26vt\x3d-2369228846023373281', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Haruskah menyepi dan sendiri?


Serapuh itu kah kita dalam kesendirian?. Dan kita sering mengeluh akan sebuah keterasingan yang mapan (seolah-lah terorganisasi untuk mencampakkan kita dari ikatan-ikatan). SEBENARNYA, masing-masing kita adalah sendiri!, terisolasi dalam pikiran dan ikatan-ikatan masyarakat kita, hanya saja merasa nyaman dengan itu semua.


Kesendirian, keterasingan adalah purbasangka atas pelarian dari lingkungan sosial yang mapan dan tidak kuasa untuk dielakkan. Saat merasa nyaman, kita mengangapnya sebagai sebuah keniscayaan. Akan tetapi efek ikatan-ikatan sosial, paradigma arus utama pada masyarakat sering kali sangat melelahkan untuk ditanggapi dan pada keadaan inilah ia menjadi sebuah kesendirian, keterasingan di keramaian.

Alih-alih menelurkan saran yang konstruktif, kita sendiri yang akan dihantam, tercerabut oleh badai iklan yang tak berperasaan. Dengan semangat kapitalismenya, ia hendak mencengkram dunia, dan siapa yang hendak menolak "kenyamanan hidup?"(Sebuah kejahatan yang sangat lembut, sudah lama dipraktekkan dan tidak banyak yang tahu. Hanya segelintir orang yang peka, gemetar bibirnya, dan menetes air matanya mendengarkan lagu Indonesia Raya dikumandangkan)

Kejahatan-kejahatan ini terus berlanjut, tanpa disadari dari waktu ke waktu karena masing-masing kita tidak mau tahu apalagi ambil bagian. Kita malah ikut merayakan, sadar atau tidak sadar, dan seperti kata-kata terdahulu, kebodohan, ketidaksadaran berasosiasi dengan mabuk dan "haram" hukumnya dalam konteks ini.

Kita menghendaki suatu masyarakat yang sekuler, tidak mencampurkan kehidupan pribadi dan masyarakat yang kita anggap berada pada panjang gelombang yang berbeda, maka tidak bisa di-superposisi-kan (dan ini terbantahkan oleh fisika), apalagi dibandingkan. Kita bisa merasa sangat peka saat melihat penderitaan rakyat akibat gempa, menitikkan air mata, lalu kembali beristirahat di hotel bintang lima. Lalu kita semua, orang-orang mapan lainnya berjanji akan membantu petani, orang miskin (jika terpilih nanti), dan disaat yang sama kita bergelimang harta dan menghambur-hamburkan uang untuk dana kampanye yang aku tegaskan! tak berguna!(memang selalu butuh biaya untuk belajar, katakanlah itu sebuah pembelajaran demokrasi, tapi bukan cara belajar seperti ini yang kita harapkan). Terjadi pemisahan-pemisahan disini. Potongan-potongan waktu, potongan-potongan kejadian yang saling lepas dan diskrit yang kita anggap tidak saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Ini memang contoh sederhana yang tiap hari terlihat, akan tetapi terluput dari perhatian kita yang mungkin telah mendefenisikan kepedulian dengan cara yang sama sekali berbeda (satu bentuk evolusi psikologi masyarakat yang berbahaya). Ada paradoks kompleks pada keadaan seperti ini. Di abad teknologi yang bumi terlihat semakin kecil, jarak semakin pendek, dan dunia semakin datar, akan tetapi manusia semakin terkotak-kotakkan. Manusia-manusia semakin terasingkan padahal berita kemalangan sudah begitu nyaring di telinga kita. Berita ketidakadilan selalu beredar dimana-mana dan Izrail bukanlah tamu yang asing yang "menjemput" banyak saudara kita dengan cara yang seharusnya kita anggap tidak biasa. Pada titik ini bumi tiba-tiba mengembang seperti alam semesta dan seolah-olah setiap manusia terpisah sejauh jarak galaksi yang berbeda dan semakin jauh setiap waktunya. Tangisan anak-anak disana menjadi perhatian kita dan kita merasa inferior untuk melakukan apa-apa. Hanya dalam wacana untuk kepentingan-kepentingan pragmatis (seperti apa yang sedang dilakukan penulis sekarang ini :( , hanya saja ia tak mengharapkan apa-apa dari tulisan ini)

Padahal kita sudah sama-sama tahu bahwa setiap orang di sudut negeri ini percaya keadaan kita sudah sangat kompleks dan susah untuk ditangani maka jangan menjanjikan apa-apa jika ragu-ragu untuk menepati. Pada dasarnya kami hanya ingin melihat satu bentuk kejujuran yang terdalam yang orang paling bejat sekalipun dapat melihatnya. Bentuk kejujuran yang berani dan khidmat, katakan yang benar, mengaku salah jika salah. Kami sadar, dan tidak akan memaksakan bentuk kejujuran sempurna yang diperlihatkan oleh Muhammad dahulu (yang membuat orang Jahiliah arab pra-Islam sekalipun menjulukinya sebagai "orang yang dapat dipercaya") karena semua orang tahu asal-usul dan track-record saudara-saudara sekalian. Dan kami sama sekali tidak mengharapkan bentuk pembelaan, omong kosong masa lalu, apalagi pembodohan rakyat yang merupakan kesalahan yang "tidak bisa dimaafkan".

Dan kami rakyat memang hanya bisa berkomentar saja, benar sekali. Cuap-cuap melihat semua ketidakberesan ini. Kami tahu bahwa kami juga kerap kali ingkar janji, mungkin karena alasan itulah kami tidak mencalonkan diri untuk menjadi apa-apa.

..........

Maka di Saat-saat genting seperti ini, keterasingan adalah salah satu jawaban, meskipun tidak selalu menjadi solusi terbaik, setidaknya bisa menjaga pikiran tetap steril dari campuran berbagai informasi yang dipaksakan. (kita setiap saat disuapi dengan berbagai kata-kata, paradigma, doktrin, dan informasi-informasi lain yang tidak bertaggung jawab dan pada suatu titik jenuh kita tidak akan kuasa untuk melawannya, setidaknya berteriak mengeluarkan umpatan yang tentu juga bersifat destruktif). Saat-saat seperti ini kesendirian mudah-mudahan mampu menghadirkan sebuah sudut pandang yang sama sekali berbeda. Berlari, berlarilah dari ikatan-ikatan manusia untuk sementara. Barangkali alam adalah bentuk "hidup" yang sederhana dan mudah untuk dicerna karena ia akan selalu bersifat alami, mengikuti hukum keseimbangan. Terlahir, tua, mati. Makan, dimakan. Bergerak, mengalir dalam alur. Terprediksi dan terkendali!! tidak seperti kebebasan manusia yang kerap kali diselewengkan menjadi sebuah chaos yang tak terkendali.

Gambar : alonebymust.blogspot.com/2008/07/alone-and-ge...

“ Haruskah menyepi dan sendiri? ”